Sejarah Hari Pendidikan Nasional 2 Mei.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya, itulah
slogan yang sering kita dengar di republik tercinta ini.Pahlawan tidak
selalu identik dengan mengangkat senjata dan berperang meski sebagian
besar penafsiran menyatakan bahwa pahlawan adalah orang yang berjasa
membela negara melalui medan perang. Namun sesungguhnya siapa saja yang
telah berjasa membawa bangsa ini menuju kemajuan baik dibidang sosial,
budaya, teknologi, kesehatan, pendidikan dan lain-lain yang kesemuanya
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia maka patut
kiranya kita beri julukan sebagai pahlawan.
Salah seorang yang berjasa memajukan
pendidikan di Indonesia adalah Ki Hajar Dewantara. Ia lahir di
Yogyakarta pada 2 Mei 1889 dan diberi nama Raden Mas Soewardi
Soeryaningrat yang berasal dari keluarga di lingkungan kraton
Yogyakarta. Ki Hadjar Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah
Dasar Belanda), kemudian melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter
Bumiputera) namun karena sakit ia tidak sampai tamat. Ia kemudian
menjadi wartawan di beberapa surat kabar diantaranya Sedyotomo, Midden
Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan
Poesara. Tulisan-tulisan Ki Hadjar Dewantara pada surat kabar tersebut
sangat komunikatif dan tajam sehingga mampu membangkitkan semangat
patriotik dan antikolonial bagi rakyat Indonesia saat itu.
Karya-karya Ki Hajar Dewantara yang menjadi
landasan dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia diantara adalah
kalimat-kalimat filosofis seperti “Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo
mangun karso, Tut wuri hadayani” yang artinya “Di depan memberi teladan,
di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan” menjadi
slogan pendidikan yang digunakan hingga saat ini.
Ki Hajar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Pengajaran Indonesia dalam kabinet pertama Republik Indonesia. Ia juga mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1957.
Ki Hajar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Pengajaran Indonesia dalam kabinet pertama Republik Indonesia. Ia juga mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1957.
Atas jasanya dalam merintis pendidikan umum
di Indonesia, Ki Hajar Dewantara dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan
Nasional Indonesia dan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 305
tahun 1959 tertanggal 28 November 1959, hari kelahiran Ki Hajar Dewantar
yaitu tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.Dua
tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa, tepatnya pada tanggal
28 April 1959 Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta.
Semoga jasanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa selalu dicatat
sebagai amal ibadah yang terus mengalir.
Makna Hari Pendidikan Nasional
Beberapa hari yang lalu, kita
memperingati Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei.
Hari pendidikan nasional merupakan sebuah hari yang diperingati untuk
menghormati jasa pahlawan pendidikan, yaitu Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar
Dewantara ditetapkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional yang nama
aslinya Raden Mas Soewardi Suryaningrat. Di masa
sekarang ini, pendidikan tidaklah sesulit jaman dahulu. Pendidikan bisa
dinikmati oleh hampir semua kalangan. Walaupun ada juga beberapa
kalangan yang menganggap pendidikan merupakan sesuatu yang mahal. Begitu
pentingnya pendidikan bagi semua elemen masyarakat untuk kemajuan
bangsa. Dalam tatanan pemerintahan pun, anggaran biaya untuk pendidikan
sangat besar, sesuai dengan amanat undang-undang. Walaupun dalam
pelaksanaanya entah sesuai atau tidak. Yang jelas, pendidikan merupakan
dasar yang kuat bagi suatu bangsa.
Hari Pendidikan Nasional Tanggal 2 Mei 2009 mempunyai arti penting
dalam kancah pendidikan nasional Indonesia. Memasuki abad 21 ini,
pendidikan mempunyai arah tujuan yang jelas, yaitu memartabatkan manusia
Indonesia di kancah internasional. Begitu juga baru saja bagi
siswa-siswa SMA / MA, SMK, SMP/MTs dan di susul siswa SD/MI melaksanakan
ujian nasional serta UASBN. Namun begitu, pendidikan di negeri ini
belum beranjak melaju pesat menuju mutu yang memuaskan. Bila mau
menengok ke belakang, ketika kemarin usai melaksanakan Ujian Nasional
pada pelajaran matematika bagi siswa SMA/MA/SMK, raut wajah mereka
banyak mengalami kekhawatiran akan hasil yang di capai dalam ujian
tersebut. Harus seperti apakah yang bisa dilaksanakan oleh instuisi
pendidikan kita? Apakah ini merupakan proses belajar yang salah ataukah
kurang bergairahnya para siswa dalam mengikuti proses pendidikan setiap
hari sehingga dikatakan gagal dalam pendidikan ?Lalu bagaimanakah makna hari pendidikan nasional sekarang ini? Apakah kita masih harus berjuang untuk mendapatkan pendidikan yang layak? Tentu saja jawabannya iya. masih terlampau banyak permasalahan pendidikan yang hingga kini belum terpecahkan dengan baik, mulai dari terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai, penyelenggaraan UN yang syarat kontroversi hingga biaya pendidikan perguruan tinggi yang menjulang tinggi. Rasanya, dunia pendidikan kita semakin suram. Hampir setiap kali peringatan hari pendidikan nasional, mahasiswa, siswa, guru, dan orang tua selalu berdemo menuntut murahnya biaya pendidikan bahkan gratis, hapuskan UAN, sejahterakan para guru, dll.
Kembali lagi tentang hari Pendidikan Nasional, bahwa permasalahan lemahnya semangat para siswa harus disikapi secara serius oleh semua pihak baik para orang tua siswa, para teknisi pendidikan dan pemerintah. Ada baiknya duduk dalam satu meja untuk mencari solusi yang tepat dalam memajukan pendidikan nasional. Apabila di ajak secara langsung membahas tentang hal itu, lebih baik dan masingmasing mempunyai rasa tanggung jawab untuk menjawab tantangan bangsa ini ke depan dalam membangun pendidikan Indonesia yang lebih maju, bermartabat dan setara dengan bangsa lain dalam ilmu pengetahuan.
Untuk itu, marilah melalui Hari Pendidikan Nasional tahun ini kita jadikan momentum introspeksi untuk mengoreksi diri serta lebih memacu semangat berinovasi dan berkreasi guna penyelenggaraan pendidikan ke depan yang lebih baik. Apakah pendidikan sekarang ini sudah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh cita-cita bangsa yang dituangkan dalam undang-undang ? Dilihat dari segi kuantitas, sekarang ini jauh lebih banyak orang yang bisa mengenyam pendidikan sampai jenjang yang lebih tinggi, dibandingkan dahulu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar